Search

Mengenal Lebih Dekat Perpustakaan Terpadu Unusia Grha Mahbub Djunaidi

Jakarta – Penamaan Grha Mahbub Djunaidi sebagai perpustakaan Universitas Nahdlatul Ulama Indonesia (Unusia) memiliki makna dan sejarah tersendiri yang menarik untuk ditelusuri. 

Mahbub Djunaidi, seorang jurnalis, sastrawan, serta tokoh penting dalam sejarah Nahdlatul Ulama (NU). Mahbub Djunaidi dikenal sebagai tokoh intelektual NU yang aktif dalam dunia jurnalistik dan sastra. Ia adalah pendiri sekaligus Ketua Umum pertama Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII), organisasi mahasiswa berbasis ahlussunnah wal jama'ah. Selain itu, ia juga aktif dalam Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) serta banyak menulis artikel dan buku yang bersifat kritis, tajam, namun tetap humoris.

Menurut Ketua Perpustakaan Unusia, Siti Rozina, ide ini awalnya muncul dalam rangka proses akreditasi perpustakaan pada Oktober 2023. Salah satu syarat akreditasi dari Perpustakaan Nasional adalah memiliki nama yang khas dan unik. Dalam diskusi bersama pimpinan Unusia, Wakil Rektor I, Pak Yasik, serta Ketua LPPMI saat itu, Bu Nurul, mereka mengusulkan nama Mahbub Djunaidi karena relevansinya dengan NU dan dunia intelektual.

Keunikan nama ini juga menjadikan perpustakaan Unusia memiliki identitas khas yang membedakannya dari universitas lain, di mana kebanyakan masih menggunakan nama resmi institusinya. Hal ini tidak hanya menambah nilai dalam akreditasi, tetapi juga menciptakan warisan intelektual yang berkelanjutan di lingkungan akademik Unusia.

Keputusan nama Grha Mahbub Djunaidi pada perpustakaan Unusia juga didukung oleh fakta bahwa PMII Unusia setiap tahun menggelar haul untuk memperingati Mahbub Djunaidi. Tradisi ini sudah berlangsung lama dan menjadi bagian dari penghormatan mahasiswa terhadap tokoh yang berjasa dalam gerakan intelektual NU. Oleh karena itu, nama Grha Mahbub Djunaidi dianggap paling representatif untuk disematkan pada perpustakaan sebagai simbol pemikiran kritis dan literasi.

Sebagai bentuk penghormatan lebih lanjut, Grha Mahbub Djunaidi juga menyediakan ruang pojok khusus yang berisi koleksi karya-karya Mahbub Djunaidi. Ruang ini dibuat untuk memudahkan mahasiswa dan pengunjung dalam mengenal lebih dalam pemikiran serta tulisan-tulisan beliau. Buku-buku dan artikel Mahbub Djunaidi yang tersimpan di pojok khusus ini mencerminkan gaya penulisan khasnya yang tajam, kritis, tetapi tetap penuh humor, menjadikannya inspirasi bagi banyak generasi penerus.

Perpustakaan Unusia memiliki sejarah panjang yang berawal sejak kampus ini masih bernama Sekolah Tinggi Agama Islam Nahdlatul Ulama (STAINU). Pada awal pendiriannya, perpustakaan ini hanya memiliki koleksi beberapa ratus buku, kebanyakan berasal dari hibah dan donasi. Buku-buku yang ada saat itu lebih banyak berupa kitab-kitab keislaman serta referensi dasar tanpa adanya anggaran khusus untuk pengadaan buku.

Sejak tahun 2006, sistem pengelolaan perpustakaan mulai diperbaiki dengan melakukan katalogisasi dan klasifikasi buku secara lebih rapi, meskipun saat itu belum sepenuhnya mengikuti standar Perpustakaan Nasional. Perkembangan signifikan terjadi setelah STAINU bergabung dengan Unusia, di mana jumlah koleksi buku bertambah hingga mencapai 1.500 buku, terutama dalam bidang pendidikan, seiring dengan berkembangnya program studi Pendidikan Agama Islam (PAI) dan Perbankan Syariah.

Dalam beberapa tahun terakhir, Unusia terus meningkatkan kualitas perpustakaan dengan menambah jumlah koleksi buku secara bertahap. Saat proses akreditasi terbaru, perpustakaan dituntut untuk memiliki minimal 8.000 buku agar mendapatkan peringkat B dalam akreditasi. Dengan adanya anggaran khusus untuk pengadaan buku, saat ini Grha Mahbub Djunaidi telah memiliki koleksi 8.080 buku, mencakup berbagai disiplin ilmu.

Penyematan nama Grha Mahbub Djunaidi pada perpustakaan Unusia diharapkan dapat menjadi simbol semangat literasi, intelektualisme, dan pemikiran kritis di kalangan mahasiswa. Dengan koleksi yang terus bertambah, perpustakaan ini diharapkan dapat menjadi pusat referensi akademik sekaligus ruang diskusi yang mencerminkan semangat intelektual Mahbub Djunaidi dalam dunia jurnalistik dan sastra.

Dengan identitas ini, diharapkan mahasiswa Unusia semakin termotivasi untuk mengembangkan wawasan, mempertajam pemikiran kritis, serta melanjutkan tradisi literasi yang diwariskan oleh Mahbub Djunaidi. Keputusan ini juga membuktikan bahwa Unusia tidak hanya fokus pada aspek akademik, tetapi juga menghargai sejarah dan tokoh-tokoh yang berkontribusi besar bagi perkembangan intelektual NU dan Indonesia.