Di tengah kawasan Lab Unusia, berdiri sebuah masjid yang tak hanya menjadi tempat ibadah, tapi juga menjadi jantung kehidupan para mahasantri. Masjid KH. Moh. Ilyas Ruhiyat — begitu namanya — hadir sebagai ruang spiritual sekaligus ruang belajar yang hidup setiap harinya.
Masjid ini menjadi pusat aktivitas Pondok Pesantren Mahasiswa NU. Di bawah pengasuhan Dr. Moh. Yusni Amru Ghazli, MA, berbagai kegiatan keagamaan dan intelektual terus digerakkan. “Setiap hari ada kegiatan dirosah atau pembelajaran kitab kuning. Shalat berjamaah, perayaan hari besar Islam, khataman Al-Qur’an, sampai seminar ilmiah juga rutin dilaksanakan,” ujarnya.
Yang menarik, para mahasiswa tak hanya menjadi peserta, tapi juga penggerak utama. Mereka menjadi imam, khatib, sekaligus penyelenggara kegiatan. “Masjid ini kami arahkan menjadi pusat kaderisasi keulamaan. Para santri tidak hanya belajar teori, tapi juga mengasah kemampuan yang akan dibutuhkan masyarakat nantinya,” tambahnya.
Tradisi khas NU terasa kental. Setiap malam Jumat, pembacaan maulid menggema. Lalu ada simaan Al-Qur’an setiap bulan, istighatsah, dan manaqib yang menjadi bagian dari rutinitas ruhani di masjid ini. Semua kegiatan ini membentuk suasana yang akrab, tenang, sekaligus menghidupkan tradisi.
Tak berhenti di situ, masjid ini juga punya cita-cita besar. Ke depan, Masjid KH. Moh. Ilyas Ruhiyat ingin menjadi Islamic Center di lingkungan kampus — terbuka bagi seluruh civitas akademika. Ada juga rencana pengembangan sebagai pusat studi Al-Qur’an, mulai dari jenjang TPQ hingga tahfizh. Fasilitas yang lebih nyaman juga tengah diupayakan, termasuk ruang ibadah yang ramah difabel.
“Sekarang sudah ada akses tangga untuk kursi roda. Tapi kami berharap bisa melengkapinya dengan tempat wudhu dan toilet yang inklusif,” ungkap Dr. Yusni.
Bagi para mahasantri, masjid ini bukan hanya tempat untuk singgah dan beribadah. Tapi tempat untuk tumbuh, belajar, dan mengenal lebih dalam nilai-nilai keislaman yang berpijak pada tradisi dan keilmuan.