Search

Mengenal Lebih Dekat Masjid KH. Moh. Ilyas Ruhiyat di Unusia: Warisan, Iman, dan Harapan

Masjid KH. Moh. Ilyas Ruhiyat yang berdiri kokoh di lingkungan Lab Universitas Nahdlatul Ulama Indonesia (Unusia) bukan sekadar tempat ibadah, melainkan juga simbol spiritualitas, kolaborasi lintas iman, dan perwujudan nilai-nilai Ahlussunnah wal Jama'ah (Aswaja) di lingkungan akademik. Masjid ini diresmikan pada Maret 2022 bertepatan dengan penyelenggaraan Rapat Pleno PBNU hasil Muktamar ke-34, dan turut dihadiri oleh keluarga besar almarhum KH. Moh. Ilyas Ruhiyat. Namun jauh sebelumnya, peletakan batu pertama pembangunan masjid telah dilakukan pada tahun 2018, menandai awal perjalanan pembangunan tempat ibadah yang sarat makna ini.

Cikal bakal masjid ini bermula dari pembangunan gedung asrama dan auditorium Unusia yang didukung penuh oleh organisasi kemanusiaan Buddhis, Bunga Suci (Tzu Chi). Pada awalnya, bantuan tersebut tidak mencakup masjid. Namun karena keberadaan asrama membutuhkan pusat kegiatan ibadah dan praktik amaliah ke-NU-an bagi para mahasiswa, pihak kampus mengajukan usulan pembangunan masjid kepada PBNU. Usulan ini diteruskan kepada pihak Bunga Suci dan mendapat sambutan positif. Bahkan rancangan awal masjid yang hanya satu lantai kemudian diubah menjadi lebih besar atas arahan Prof. Dr. KH. Said Aqil Siroj yang kala itu menjabat Ketua Umum PBNU. Dengan ungkapan khas beliau, "Ngambil air di laut kok pakai canting," masjid ini dirancang sebagai pusat ibadah yang representatif dan layak.

Penamaan masjid menjadi bagian penting dari proses pembangunan. Beberapa nama tokoh sempat diusulkan, dan setelah melalui dialog langsung antara pihak kampus dan KH. Said Aqil Siroj, disepakati nama KH. Ilyas Ruhiyat—seorang ulama besar asal Jawa Barat dan mantan Rais 'Aam PBNU. Nama ini diajukan kepada pihak keluarga melalui surat resmi, dan mendapat sambutan serta restu penuh. Penamaan ini bukan sekadar penghormatan, melainkan juga penegasan atas teladan keilmuan, keikhlasan, dan perjuangan beliau dalam menjaga nilai-nilai Islam rahmatan lil ‘alamin.

Dalam proses pendiriannya, sejumlah tokoh kampus dan PBNU turut berperan penting. Beberapa di antaranya adalah (alm.) Dr. H. Sulthon Fatoni, Dr. Bina Suhendra, dan Dr. KH. M. Mujib Qulyubi yang aktif mendorong percepatan pembangunan. Inspirasi awal pembangunan bahkan berakar dari kunjungan Prof. Dr. KH. Said Aqil Siroj ke Taiwan, di mana para tokoh Buddhis di sana menyampaikan rasa terima kasih atas kontribusi NU dalam menjaga kerukunan antarumat beragama. Rasa terima kasih tersebut diwujudkan dalam bentuk dukungan pembangunan fasilitas pendidikan di Unusia, yang kemudian diarahkan tidak hanya untuk aula dan laboratorium, tetapi juga pembangunan masjid sebagai pusat keagamaan.

Kini, Masjid KH. Moh. Ilyas Ruhiyat menjadi ruang yang hidup di tengah lingkungan kampus. Ia bukan hanya menjadi tempat shalat dan kajian keislaman, tetapi juga menjadi ruang belajar spiritualitas, praktik Aswaja, serta simbol keharmonisan dalam keberagaman. Ia menjadi bukti bahwa pendidikan, keagamaan, dan nilai-nilai kemanusiaan dapat berjalan seiring, tumbuh dari akar tradisi, dan berkembang untuk masa depan.